Skip to main content

Cinta Buku Itu Soal Feeling (layaknya orang seni yang jatuh cinta pada lukisan-lukisan)

     








Kalau bicara soal buku, aku ingat belum lama ini ada satu moment yang sepertinya menarik untuk dibicarakan. Kejadian itu juga yang akhirnya menjadi alasan utama mengapa aku membuat tulisan ini. Aku sangat berharap baik  tulisan ini bisa berdampak bagi siapapun yang membacanya nanti. Menularkan energi positif terhadap pribadi-pribadi yang selama ini penasaran bagaimana menumbuhkan minat baca pada diri mereka. Atau pada mereka yang suka bertanya-tanya mengapa ada orang-orang yang begitu suka membaca buku. Jika itu terjadi, kurasa itu menjadi sebuah pencapaian kecil yang perlu aku apresiasi. Lebih-lebih kalau outputnya ternyata di luar ekspektasi, lebih bagus. Mampu melahirkan perasaan mencintai buku pada diri mereka sama seperti apa yang aku rasakan, misal. 

    Cerita ini berawal dari obrolan random malam-malam diriku dengan salah seorang teman kos. Saat itu berada di kamarku. Biasanya teman-teman yang masuk kamarku akan terheran-heran pada buku yang kupunya. Ada yang berkali-kali memandangi sambil geleng-geleng kepala, ada yang sambil pegang-pegang bukunya, ada yang hanya melihat, ada yang melihat-lihat penuh keheranan sambil terus berkata "Bukumu banyak banget sih" atau "Kok bisa sih kamu punya buku banyak gini" Nah, temanku yang ini masuk dalam kategori teman yang berkali-kali memandangi rak bukuku ditambah geleng-geleng kepala dan terheran-heran sambil terus berkata "Bukumu banyak banget sih"

    Well, sebenarnya buku di kamar kosku nggak sebanyak itu- aku masih menginginkan kamar kosku dipenuhi oleh buku sehingga ketika tidurku menghadap kanan dan kiri ada buku didepan mataku.  Menurutku mengapa mereka bisa terheran-heran seperti itu dan menganggap bukuku banyak adalah pemandangan kamar kos yang banyak bukunya mulai langka saat ini. Sekalipun kamar kos tersebut dihuni oleh seorang mahasiswa. Apalagi di zaman teknologi yang semakin berkembang. E-book pantas menjadi pilihan utama. Bahkan memiliki buku fisik rasanya cukup menjadi sebab hal tersebut dianggap ketinggalan zaman. Karena untuk apa membawanya repot-repot kalau dalam genggaman tangan saja sudah bisa membacanya- melalui gadget. 

    Aku sedikit lupa bagaimana mulanya aku menceritakan kisahku dulu yang pada dasarnya nggak suka membaca hingga saat ini bisa secinta itu dengan buku. Kalau nggak salah, berawal dari temanku yang berkata bahwa dulu dirinya juga suka baca khususnya novel, tapi karena oleh ibunya nggak boleh sebab dianggap jadi baca novel terus bukan baca buku pelajaran. Akhirnya dia jadi kesal dan berhenti membaca. Lalu, aku menimpali kalau aku dulu adalah orang yang sangat benci membaca. Dia pun heran. Akhirnya aku bercerita tentang sebuah moment yang membuatku akhirnya suka membaca dan  sekarang sering kusebut mukjizat- sedikit lebay sih tapi biarkan haha. 

    Berangkat dari seseorang yang sangat anti membaca. Aku ketika kecil, sebelum moment itu terjadi, nggak pernah mau untuk membaca buku bacaan- diluar buku sekolah. Lha wong baca buku pelajaran saja seringkali harus dipaksa. Tapi, ternyata aku dikelilingi oleh orang-orang yang suka membaca. Orang-orang itu adalah bapakku, beberapa kakakku, dan salah satu teman dekatku saat itu. Aku sering melihat mereka sedang membaca buku. Ketika di rumah, bapak sering kulihat begitu khusyuk membaca kitab dan mempelajarinya. Atau biasanya beliau membaca majalah. Salah satu kakakku pun begitu. Aku juga sering menemukan buku bacaan di rumah. Sementara ketika di sekolah, teman dekatku itu sering mengajakku ke perpustakaan saat jam istirahat. Iya, dia hampir selalu ke perpustakaan setiap jam istirahat. Tapi, tentu aku lebih sering menolak. Aku lebih memilih jajan ketimbang baca buku. Kalau aku ke perpustakaan paling hanya melihat-lihat gambar yang ada di buku-buku. Atau menggosip dengan teman-temanku dan penjaga perpustakaan haha. Tapi, karena dikelilingi oleh orang-orang yang suka membaca, aku sering terheran-heran "Kok bisa mereka suka baca buku", "Apa sih yang bikin mereka suka baca", "Apa enaknya membaca", "Perasaan kalau aku baca buku bawaannya pusing, ngantuk, bosen, baru beberapa halaman aja udah nggak mood" Akhirnya, mungkin memang sudah ditakdirkan untuk aku suka baca, moment itu terjadi. 

    Saat itu, aku masih kelas lima. Suatu siang setelah pulang sekolah dan sehabis ganti baju. Aku iseng masuk ke kamar salah satu kakaku. Aku mendapati satu buku di atas sebuah meja. Covernya bergambar kue brownies, ada gambar seperti kartun laki-laki, dan judulnya "Bikin Belajar Selezat Cokelat" Karena penasaran akhirnya aku buka dan kubaca. Satu paragraf dua paragraf, ternyata itu bukan buku resep melainkan buku tentang tips dan trik bagaimana supaya belajar menjadi menyenangkan. Iya, awalnya aku mengira itu buku resep karena cover dan judulnya yang seperti buku resep. Makannya aku penasaran sekaligus heran, kupikir "Untuk apa kakaku menyimpan buku resep. Perasaaan dia nggak punya hobi masak. Dia menyimpannya di dalam kamar pula" 

    Satu halaman, dua halaman telah dibaca. Aku terus lanjut membaca. Ini kali pertama aku membaca buku bacaan senyaman dan se-enjoy itu. Sebelumnya aku belum pernah melakukannya. Aku menikmati setiap kalimat yang ditulis oleh penulis- aku lupa tepatnya siapa penulisnya. Posisi membacaku berubah-ubah. Terkadang duduk, rebahan, atau berbaring. Sesekali kepalaku juga menganguk-angguk ketika ada hal logis tentang sesuatu yang disampaikan di buku itu atau mendapatkan pemahaman baru tentang belajar. Mataku terus membaca kata demi kata. kalimat demi kalimat, dan paragraf demi paragraf. Hingga nggak kerasa aku sampai pada halaman terakhir. Iya, siang hingga sore itu aku tenggelam dalam bacaan dan berhasil menyelesaikannya. Ini sedikit lebay sih, tapi, seriously, aku nggak pernah membayangkan bahwa suatu saat akan berada di posisi ini. Aku merasakan sebuah perasaan yang luar biasa. Aku merasa baru saja mengobrol langsung dengan penulisnya. Padahal aku hanya memegang buku dan sambil duduk, rebahan, atau berbaring. Bagi aku itu ajaib ! Aku bisa mendapatkan ilmu hanya dari sebuah buku ! Bukunya nggak tebal memang, tapi itu adalah sebuah pencapaian yang sangat kusyukuri dan sekarang sering kusebut mukjizat. Mengapa kusebut mukjizat karena itu benar-benar diluar rencanaku dan memang seperti sudah ditakdirkan oleh Tuhan untukku memiliki pengalaman tersebut. Sejak saat itulah aku jadi suka baca buku. 

    Biasanya ketika lebaran tiba, aku diberi uang untuk membeli baju baru, maka aku bersama kakak-kakakku akan pergi ke suatu supermarket yang juga menjual baju-baju dan kebutuhan lainnya. Aku akan sibuk menghabiskan waktu berjam-jam di tempat itu. Bolak-balik kesana-kemari, mencoba ini mencoba itu. Tapi, semenjak kejadian itu setiap lebaran tiba, yang kuincar sudah bukan baju baru lagi melainkan buku. Rasanya buku lebih menggoda dari pada baju baru. Sejak dari rumah, otaku sudah menebak-nebak  buku seperti apa yang akan aku koleksi kali ini. Nggak hanya ketika lebaran, setiap mama mengikuti acara organisasi di kota lain, aku juga sering meminta dibawakan buku. Atau terkadang aku juga ikut dan pasti selalu mencari-cari stand penjual buku. Lama-lama bukuku menjadi banyak. 

    Kulihat teman kosku itu akhirnya mafhum mengapa aku bisa suka baca dan punya buku banyak. Lalu, dia bilang "Pantas aku tuh kadang heran sama kamu kalau bilang mau pergi ke toko buku atau lagi di toko buku. Kupikir rajin banget nih anak ke toko buku" Ternyata ia agak terheran-heran denganku karena cukup sering pergi ke toko buku. Pikirnya, di zaman sekarang yang akses buku sudah lebih mudah, tinggal buka handphone sudah banyak e-book bertebaran di internet dan kayaknya sudah jarang orang pergi ke toko buku. Orang-orang zaman sekarang terlena oleh teknologi yang semakin berkembang hingga membaca buku rasanya sudah tergantikan dengan berselancar di media sosial. Sehingga bagi temanku itu, pergi ke toko buku adalah hal yang "ketinggalan zaman"

    Haha...aku tertawa ketika ia mengutarakan hal itu. Ternyata selama ini ada orang yang memperhatikan kebiasaanku pergi ke toko buku dan ternyata baginya aku adalah manusia langka karena di zaman teknologi sudah canggih masih sering ke toko buku. Lalu, aku sedikit memberikan argumen atau apa ya semacam penjelasan mengapa aku masih sering ke toko buku di saat yang lain lebih memilih untuk bermain media sosial maupun di saat zaman sudah canggih dan rasanya "sudah saatnya" berpindah ke buku digital. Sebab bagiku, ini bukan sekadar soal zaman sudah canggih sehingga nggak perlu ke toko buku untuk membeli buku cukup bermodalkan handphone dan mengapa aku tetap membaca buku di saat yang lain lebih memilih bermain media sosial. Menurutku ini bukan sekadar soal hal-hal tersebut melainkan ini soal rasa, cinta buku. 

    Penjelasanku kira-kira seperti ini. 

    Aku pergi ke toko buku itu nggak selalu mau beli buku. Malah lebih sering melihat-lihat saja, sekadar refreshing. Biasanya kalau moodku lagi nggak baik atau kalau aku bosan di kost ya aku ke toko buku.  Atau kalau aku lagi pengen satu buku tapi aku belum punya budget ya aku baca saja disana. Dan soal lebih memilih buku fisik ketimbang buku digital, entah mengapa punya buku fisik itu lebih menyenangkan ketimbang buku digital. Walaupun memang lebih praktis buku digital. Bisa dibawa kema-mana hanya dalam genggaman- handphone. Tapi, punya buku fisik itu ada feel tersendiri. Dan rasanya menyenangkan melihat punya banyak buku yang berjejer rapi memenuhi rak bukuku. 

    Jadi, ini soal feeling. Mungkin sudut pandangmu tentangku soal ini sama seperti sudut pandangku terhadap orang-orang seni. Aku suka heran pada orang seni. Mengapa mereka begitu mengagumi lukisan atau karya seni semacamnya yang bahkan di mataku hanyalah sebuah coret-coretan belaka. Mereka bilang bagus, padahal menurutku itu adalah goresan-goresan atau tumpahan-tumpahan tinta yang absurd. Tapi, mengapa mereka bisa cinta dengan semua itu. Kalau aku boleh menebak mengapa aku bisa terheran-heran dengan mereka adalah karena aku nggak tahu ilmu tentang seni sehingga aku nggak tahu kalau suatu karya seni seperti lukisan mengandung makna tertentu sehingga membuatnya menjadi karya yang dianggap indah. Makna dan keindahan itulah yang membuat mereka mencintainya bahkan mengeluarkanuang banyak untuk mengoleksinya. Jadi, di mata orang yang nggak punya ilmu tersebut karya seni itu biasa saja bahkan absurd. 

    Sama halnya dengan perasaan cinta buku yang kupunya dan kamu nggak punya. Sehingga membuatmu terheran-heran mengapa aku punya banyak buku dan mengapa aku sering pergi ke toko buku di saat zaman sudah canggih dan kita bisa mencari e-book di internet, dan di saat banyak orang lebih memilih bermain media sosial daripada baca buku.

    Temanku mengangguk-angguk. Kuharap ia paham yang aku sampaikan, pun untuk kalian yang membaca tulisan ini. Mengapa ada orang-orang yang suka mengoleksi buku, sepertiku. Iya, karena seseorang yang sudah cinta buku itu akan senang untuk mengoleksinya dan akan merasakan perasaan  yang orang lain, yang nggak suka baca, nggak bisa merasakan.

    Aku jadi ingat dulu, ketika SMP, aku merasa beruntung karena di dekat sekolahku, dimana akses buku bacaan dan budaya membacanya masih sangat minim, aku menemukan satu toko buku kecil. Toko buku itu menjadi saksi tumbuh kembang pemikiranku ketika SMP karena buku. Sedikit-sedikit kusisihkan uang jajan dan lebaranku untuk membeli buku di toko itu. Bahkan aku pernah berhasil menabung sampai beberapa ratus ribu dari uang saku lebaran demi membeli buku di toko itu. Haha..penjualnya sampai heran melihatku, bocah SMP, memiliki uang sebanyak itu untuk membeli buku. Moment-moment berbelanja buku saat itu menjadi begitu manis kalau diingat-ingat sekarang. Tapi, sayang, ketika aku kelas dua menjelang kelas tiga- kalau nggak salah. Toko buku itu pindah entah kemana. 

     SMP adalah masa dimana rasanya aku memiliki dunia baru yang begitu menyenangkan. Dunia buku yang rasanya nggak semua orang bisa merasakan betapa menyenangkannya tenggelam di dalam berbagai koleksi buku, tenggelam dalam setiap kata yang aku baca, tenggelam pada karakter dan cerita-cerita di dalam sebuah novel. Jenis buku yang paling aku suka ketika itu adalah novel. Melalui novel aku mengenal berbagai cerita kehidupan yang sebelumnya nggak aku temui. Cerita-cerita itu seperti nyata. Aku seperti ikut berada di dalam cerita tersebut tiap kali aku membacanya. Dari novel pula aku mengenal bahwa ternyata pendidikan nggak selalu melalui ilmu-ilmu yang selama ini kupelajari di dalam mata pelajaran di sekolah. Terkadang ketika aku sedang sibuk membaca novel di kamar dan bapak tiba-tiba masuk dan mengetahui yang kubaca adalah novel bukan buku pelajaran, beliau bilang "Baca tuh buku pelajaran, baca kok novel" Aku hanya bergumam dalam hati " Bapak nggak tahu betapa menyenangkannya baca novel. Dan dari baca novel aku jadi bisa belajar nilai-nilai moral yang nggak kupelajari di sekolah- nggak selalu aku dapatkan dari keluarga dan orang tua. Dan itu menurutku penting !" Tapi, kalimat bapak nggak membuatku lantas jadi malas baca. Malah aku semakin giat baca novel untuk membuktikan kalau novel itu bermanfaat. 

    Hal itu terbukti, di sekolah, aku hampir selalu membawa buku bacaan. Aku akan membacanya tiap kali ada  kesempatan. Teman-temanku sampai hafal. Biasanya aku membaca sebelum bel pelajaran dimulai, saat istirahat, dan di jam kosong. Terkadang aku juga bandel, diam-diam membaca buku di tengah-tengah guru sedang menjelaskan materi atau mata pelajaran yang nggak aku sukai. Nggak heran beberapa kali aku kena tegur. Hal yang sama juga kulakukan ketika aku menginjak Sekolah Menengah Atas atau SMA. Pokoknya aku sangat cinta buku. Aku nggak bisa membayangkan menjadi sosok seperti apa sekarang kalau kejadian itu nggak terjadi padaku. Terdengar sedikit lebay, tapi ya begitulah. Namanya juga cinta. Aku bukan sedang sombong atas semua perkataan yang kutulis disini. Tapi, kalau boleh kubilang sepertinya dalam hidup kita mesti punya sesuatu yang membuat kita akan terus merasa "hidup", seperti cinta buku misal. 

    

Comments

Yulita Ines said…
Gilaaaaa kerennn sii